
Beberapa hari yang lalu ada desa di wilayah kecamatan saya yang menggunakan "dewa"nya untuk mendapatkan pupuk. Wal hasil desa itu mendapat kucuran pupuk sebanyak 40 ton. Tentu saja para petani didesa itu sangat senang sekali. Pupuk terpenuhi dan hargapun sesuai HET (Harga Eceran Tertinggi). Tapi apa dampaknya bagi desa atau kecamatan yang lain. Bisa jadi pupuk yang diantar untuk desa tersebut adalah jatah pupuk bagi desa disebelahnya atau kecamatan disebelahnya. Maksudnya sih baik, mensejahterakan petani. Tapi bukan solusi apabila hanya mensejahterakan petani yang sebagian dan menyengsarakan petani yang lain.
Perlu dikaji terkait dengan pupuk tersebut. Apakah pabrik pembuat pupuk itu membuat pupuknya hanya sedikit alias tidak sesuai dengan kebutuhan lahan pertanian kita, ataukah ada penjualan pupuk bersubsidi tersebut kepihak yang lain (bukan petani gurem) dengan harga yang lumayan menggiurkan. Padahalkan pupuk bersubsidi tersebut haknya petani. Kenapa petani yang sebagai pengguna pupuk bersubsidi malah tidak dapat pupuknya.
Perlu disikapi terkait dengan pupuk bersubsidi. Biar tidak ada kelangkaan pupuk maka subsidi tersebut perlu dihilangkan. Selama ada kesenjangan harga, maka pencurian akan senantiasa berlanjut. /IA
0 komentar:
Posting Komentar